Bersin Itu Nikmat

Saat bersin seseorang merasakan nikmat dan manfaat dengan hilangnya sesuatu yang menggelitik hidungnya yang jika tidak bersin boleh jadi mendatangkan penyakit. Oleh karena itu, disyariatkanlah pujian untuk Allah Ta’ala atas nikmat itu. Sementara keadaan tubuh tetap ( tidak mengalami perubahan ) setelah tergoncang saat bersin seperti goncangan gempa.

Mendo’akan orang yang bersin disebut tasymit (dengan huruf syin ) dan tasmit ( dengan huruf sin ) yang menurut Abu Ubaidah dan lainya makna keduanya sama. “ Orang yang mendo’akan kebaikan disebut musyammit atau musammit, “ ungkapnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa tasmit ( dengan huruf sin ) adalah do’a untuk orang yang bersangkutan agar baik keadaannya dan kembali seperti semula. Karena bersin itu membuat organ tubuh bergerak-gerak.

Sedang Tasymit ( dengan huruf  Syin ), maknanya adalah mendo’akan agar Allah menjauhkannya dari kejahatan musuh. Syammatahu, dia menjauhkan dari ulahnya. Ada juga yang berpendapat, yang dimaksud tasymit adalah mendo’akan agar yang dido’akan tetap teguh dalam mentaati Allah. Tasymit diambil dari kata syawamit yang maknanya qawa’im ( kaki, tiang ).

Pendapat lainya menyatakan bahwa maksudnya adalah menyakiti setan. Karena dengan mengucap “ Alhamdulillah “ atas nikmat bersin, setan menjadi sakit dan dengannya Allah mencintai hamba-Nya. Ketika seorang hamba menyebut nama Allah dan memuji-Nya, setan akan sakit karena beberapa hal, diantaranya :

  • Karena bersin itu sendiri yang memang disukai Allah Ta’ala.
  • Pujian si hamba kepada Allah.
  • Yang bersin dido’akan oleh orang Islam yang lain agar mendapat rahmat Allah, dan
  • Do’anya kepada mereka agar mereka tetap dalam petunjuk dan baik keadaannya.

Semua ini membuat setan sakit. Iapun susah karenanya.

Maka, mendo’akan orang yang bersin agar mendapat rahmat dinamakan “ Tasymit “ karena berisi penghinaan kepada musuh ( setan ). Ini adalah rahasia yang patut diketahui oleh orang yang bersin dan yang mendo’akannya, dan ia harus menyadari betapa besarnya nikmat bersin, baik pada badan maupun pada hati. Pun, menjadi nyatalah rahasia mengapa Allah mencintainya. Maka, segala piji hanya bagi Allah, Dialah yang berhak atasnya, sebagaimana hal itu layak bagi wajah-Nya Yang Maha Karim dan yang Maha Mulia Keagungan-Nya.

Sumber : Zadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim Al-Jauziah jilid 2 Hal 284-285

Edisi Bahasa Indonesia Penerbit Pustaka Al-Kautsar